Robert Rebellion


Robert's Rebellion

Robert's Rebellion, adalah pemberontakan melawan House Targaryen yang dimulai oleh Eddard Stark, Jon Arryn dan Robert Baratheon. Pemberontakan ini berlangsung selama “hampir setahun” dan mengakibatkan runtuhnya Dinasti Targaryen dan dimulainya masa pemerintahan oleh Robert Baratheon.

LATAR BELAKANG

Kejuaraan di Harrenhal

Di tahun 281 AC, sebuah kejuaraan tourney digelar oleh Lord Walter Whent di Harrenhal. Banyak bangsawan dari seluruh negeri datang ke Riverlands untuk berpartisipasi, antara lain calon ahli waris Winterfell, Brandon Stark. Ia didampingi oleh adik-adiknya: Eddard, Lyana, dan Benjen.
Dari begitu banyak tamu, yang paling terhormat adalah Raja Aerys II Targaryen. Sejak menjadi korban penyanderaan di Duskendale pada tahun 277 AC, Sang Raja sudah lama tidak meninggalkan Istana Red Keep. Namun, atas bisikan Varys, Sang Raja bersedia hadir.
Kejuaraan ini dirayakan besar-besaran, seiring dengan datangnya musim semi di Westeros. Ditambah lagi, dalam kejuaraan ini, seluruh anggota Kingsguard berkumpul untuk menyambut kedatangan anggota terbaru mereka: Ser Jaime Lannister. Namun, kejuaraan ini ditutup dalam kondisi kurang menyenangkan. Sesuai tradisi, pemenang dalam kejuaraan ini akan menganugerahkan mahkota bunga kepada “Ratu Cinta dan Kecantikan” (Queen of Love and Beauty), yaitu wanita tercantik. Pemenang dalam kejuaraan ini adalah Putra Mahkota Rhaegar Targaryen. Semua orang mengira bahwa Sang Pangeran akan menganugerahkan mahkota bunga itu kepada istrinya, Princess Elia Martell dari Dorne. Di luar dugaan, Pangeran Rhaegar Targaryen justru mengaruniakan mahkota bunga itu kepada Lyanna Stark. Menurut Eddard Stark, di saat itulah “senyum semua orang mendadak menghilang”.

Penculikan Lyanna Stark
Belakangan, Lyanna Stark dan Rhaegar Targaryen sama-sama menghilang. Semua orang mengira kalau Lyanna diculik oleh Rhaegar. Brandon Stark sedang dalam perjalanan ke Riverrun untuk menikahi Catelyn Tully saat mendengar berita ini. Brandon segera berangkat ke King's Landing didampingi oleh Ethan Glover, Elbert Arryn (keponakan sekaligus ahli waris Jon Arryn), Kyle Royce dan Jeffory Mallister. Brandon mendatangi Istana Red Keep, dan berteriak memaki-maki Pangeran Rhaegar Targaryen di gerbang depan istana. Ia menantang Rhaegar untuk keluar dan menemui ajalnya. Raja Aerys II Targaryen menangkap mereka semua dengan tuduhan berencana untuk membunuh Putera Mahkota, dan memanggil ayah dari mereka semua ke Istana . Lord Rickard Stark, yang tadinya sedang dalam perjalanan menuju ke pernikahan putranya, langsung pergi ke King's Landing dengan diiringi 200 orang prajurit. Tidak ada satupun dari mereka yang kembali ke Utara. Di King's Landing, semua tertuduh dihukum mati, kecuali Ethan Glover.

Saat diadili, Lord Rickard Stark menuntut Trial by Combat, dan Raja Aerys “mengabulkan” permohonannya. Rickard Stark bersiap untuk duel, namun Raja Aerys mengatakan bahwa “jagoan” dari pihak Targaryen adalah API. Rickard Stark diikat dan dibakar hidup-hidup. Brandon Stark juga dibawa ke aula. Lehernya dipasangi alat penjerat dari Tyrosh. Sebilah pedang diletakkan tidak jauh darinya. Brandon mencoba mengambil pedang itu dan membebaskan ayahnya. Namun, semakin keras dia berusaha meraih pedang itu, semakin kuat lehernya terjerat. Brandon akhirnya mati tercekik, sementara ayahnya tewas terbakar hidup-hidup.

Raja Aerys II Targaryen kemudian menuntut agar Jon Arryn mengirimkan kepala Robert Baratheon dan Eddard Stark, yang kebetulan sedang berada di The Eyrie, Vale. Jon Arryn menolak untuk mematuhi perintah. Sebaliknya, ia justru menghimpun bawahannya dan memutuskan untuk memberontak. Inilah awal dari Pemberontakan Robert Baratheon.

PEMBERONTAKAN
Perebutan Gulltown
Pemberontakan dimulai di The Vale of Arryn. Ternyata, tidak semua bangsawan bawahan Jon Arryn bersedia mendukungnya. Sebagian memilih untuk mendukung pihak Kerajaan, antara lain Marq Grafton. Grafton dan para loyalis Kerajaan mencoba menghalangi para pemberontak menduduki Kota Pelabuhan Gulltown. Karena pelabuhan Gulltown diblokade, Ned Stark terpaksa mengambil jalur alternatif untuk kembali ke Utara, melewati Mountains of The Moon dan The Fingers. Setibanya di Utara, barulah Ned Stark menghimpun para pengikutnya. Belakangan, Pelabuhan Gulltown berhasil direbut oleh Robert Baratheon, dan Marq Grafton tewas terbunuh olehnya. Dari Gulltown Robert belayar ke Storm's End untuk menghimpun para pengikutnya juga.

Pertempuran di Summerhall
Sama seperti di Vale, ternyata tidak semua bangsawan di Stormlands bersedia mendukung Robert Baratheon. Pertempuran pertama di kawasan Stormlands terjadi di Summerhall. Tiga pertempuran berbeda, namun semuanya dibereskan hanya dalam 1 hari. Lord Grandison, Cafferen, dan Fell menghimpun pasukan mereka masing-masing dan berencana untuk menggabungkan kekuatan di Summerhall. Dari sana mereka akan bergerak menuju Storm's End. Namun, Robert mendapat informasi dari mata-mata mengenai rencana mereka. Robert membawa pasukannya ke Summerhall, dan menyerang pasukan musuh satu demi satu bergiliran. Robert membunuh Lord Fell di medan perang. Lord Cafferen, Lord Grandison, dan putra almarhum Lord Fell, Silveraxe, tertangkap dan dibawa ke Storm's End. Mereka bertiga akhirnya berbalik memihak Robert, berubah dari lawan menjadi kawan. Setelah meraih kemenangan di Summerhall, Robert kini bebas untuk menggerakkan pasukannya ke Utara, bergabung dengan Jon Arryn dan Ned Stark.

Pertempuran Ashford
Robert mengerahkan pasukan ke Utara. Ia menyerahkan Kastil Storm's End kepada adiknya, Stannis Baratheon, untuk dijaga. Di daerah Ashford, Lord Randyll Tarly berhadapan dengan pasukan Robert Baratheon. Pasukan Randyll Tarly adalah pasukan ujung tombak dari pasukan pro Kerajaan, dan pasukannya berhasil menghancurkan barisan depan pasukan Robert Baratheon sebelum pasukan utama The Reach, di bawah pimpinan Lord Mace Tyrell, tiba. Walaupun Randyll Tarly yang memenangkan pertempuran ini, jasa atas kemenangan ini diklaim oleh Lord Mace Tyrell. Di tengah pertempuran, Lord Cafferen tewas terbunuh oleh Randyll Tarly, dan kepalanya dikirim ke Raja Aerys II “Mad King” Targaryen. Robert Baratheon sendiri memilih untuk mundur dan menggerakkan pasukan ke Utara untuk bergabung dengan Jon Arryn dan Ned Stark. Mace Tyrell sendiri memilih untuk mengerahkan pasukan The Reach ke Kastil Storm's End, dan mengepung Kastil itu. Pengepungan Kastil Storm's End oleh Pasukan Tyrell berlangsung selama hampir 1 tahun.
(Walaupun kalah di babak pertama, Robert Baratheon mundur dengan pasukan yang relatif masih utuh dan kuat. Maka hasil pertempuran ini tidak bisa dianggap sebagai kemenangan mutlak bagi House Tyrell).
Raja Aerys “Mad King” Targaryen sendiri, setelah mendengar laporan megenai kejadian di kawasan Stormlands, memecat Lord Owen Merryweather sebagai Hand of King. Lord Jon Connington, sahabat baik Pangeran Rhaegar dengan reputasi sebagai petarung tangguh, diangkat menjadi Hand of King yang baru.

Battle of the Bells
Eddard Stark berhasil tiba di Winterfell dan menghimpun pasukan. Dia bergerak ke Selatan dengan pasukannya dan bergabung dengan Jon Arryn. Mereka berdua berunding dengan Lord Hoster Tully, penguasa Riverrun, untuk meraih dukungannya.
Lord Jon Connington memimpin sebuah pasukan besar ke medan perang, mengejar pasukan Robert Baratheon. Pasukan Robert Baratheon babak belur dikejar oleh pasukan Jon Connington. Robert Baratheon, terpisah dari pasukannya dan terluka parah, mencari perlindungan ke Stoney Sept. Jon Connington merebut kota Stoney Sep dan mulai menggeledah rumah demi rumah. Namun, warga kota Stoney Sept membantu melindungi Robert Baratheon. Walaupun sudah mencari kesana-kemari, menawarkan pengampunan dan imbalan bagi penduduk kota, memberikan ancaman, dan menggantung sandera di sangkar besi, Jon Connington gagal menemukan Robert Baratheon.
Akhirnya Ned Stark, Hoster Tully dan Jon Arryn tiba di Stoney Sept dengan pasukan bantuan. Pertempuran berlangsung di tengah-tengah kota, dan lonceng berkali-kali dibunyikan untuk memperingatkan warga agar tetap berlindung di dalam rumah masing-masing. Inilah sebabnya kenapa pertempuran ini dikenal dengan nama “Pertempuran Lonceng” (Battle of The Bells). Pertempuran berlangsung dengan sengit. Jon Connington berhasil melukai Hoster Tully dan membunuh sepupu dari Jon Arryn, Dennys Arryn. Akhirnya, Robert Baratheon keluar dari tempat persembunyiannya-sebuah rumah pelacuran-dan bertarung dengan Jon Connington. Robert hampir berhasil membunuh Jon Connington. Pertempuran berakhir dengan kemenangan di pihak pemberontak.

Merasa curiga atas kekalahan Jon Connington, Raja Aerys “Mad King” Targaryen akhirnya mencopot semua gelar Jon Connington dan mengirimnya ke pengasingan. Aerys mulai menyadari bahwa Robert Baratheon adalah ancaman terbesar bagi Dinastinya. Ia mengangkat Lord Qarlton Chelsted sebagai Hand of King menggantikan Jon Connington. Dua orang Kingsguard, Ser Jonothor Darry dan Ser Barristan Selmy, dikirim untuk menghimpun pasukan Jon Connington yang tercerai berai. Lord Commander of The Kingguard, Ser Gerold Hightower, diutus untuk mencari Pangeran Rhaegar Targaryen. Pangeran Rhaegar Targaryen akhirnya kembali, dan membujuk Aerys untuk meminta bantuan kepada Tywin Lannister. Kalau tidak, ada kemungkinan pihak pemberontaklah yang akan meminta dukungan Tywin. Selain itu, Aerys diam-diam menyuruh agar cairan Wildfire ditanam di berbagai lokasi strategis di Kota King's Landing.
Kematian Elbert Arryn dan Denys Arryn membuat Jon Arryn kehilangan calon ahli waris untuk House Arryn. Hoster Tully berhasil membujuk Jon Arryn untuk menikahi putrinya, Lysa. Upacara pernikahan rangkap diadakan dengan pasangan Ned Stark-Catelyn Tully dan Jon Arryn-Lysa Tully. Robert Baratheon menjadi salah satu tamu yang hadir di upacara pernikahan itu.

Pertempuran Trident

Walaupun awalnya menolak, akhirnya Pangeran Doran Martell setuju mengirim 10.000 pasukan Dorne untuk membantu pasukan Rhaegar Targaryen. Raja Aerys mengutus Prince Lewyn Martell, paman dari Doran Martell untuk memimpin pasukan Dorne ini. Namun ia juga memperingatkan Lewyn bahwa ia menahan Elia Martell, isteri Rhaegar, dan anak-anak mereka, Rhaenys dan Aegon sebagai sandera agar Dorne tidak membelot ke pihak pemberontak.
Pertempuran Trident adalah titik penentuan di perang ini. Pertempuran ini terjadi di tahun 283 AC, di tempat yang kelak akan diberi nama Ruby Ford, di sebelah utara Sungai Trident. Di sanalah Pangeran Rhaegar Targaryen mencoba menyeberangi Sungai Trident. Pihak Kerajaan membawa 40.000 tentara. Pasukan pemberontak berjumlah lebih sedikit, namun lebih berpengalaman di medan perang. Di tengah sengitnya pertempuran, Pangeran Rhaegar dan Robert berhadapan dalam duel satu lawan satu. Rhaegar berhasil melukai Robert, namun Robert berhasil menghantamkan palu perangnya ke dada Rhaegar, mengakhiri riwayatnya. Akhirnya, pasukan Targaryen hancur dan melarikan diri.
Di kesempatan inilah Robert Baratheon menyatakan niatnya untuk merebut Tahta Iron Throne. Dari ketiga pemimpin pemberontak, Robert Baratheonlah yang memiliki klaim terbaik, karena neneknya adalah Puteri Rhaelle Targaryen. Hubungan darah inilah yang digunakan sebagai dasar klaim Robert Baratheon atas tahta Iron Throne, walaupun sesungguhnya kekuatan militerlah yang membuatnya berhasil meraih tahta.
Karena Robert Baratheon terluka oleh Rhaegar, ia menyerahkan komando untuk mengejar sisa pasukan Targaryen kepada Ned Stark. Ned mengejar sisa pasukan Targaryen ke King's Landing, di mana Istana Red Keep masih dijaga oleh beberapa ribu pasukan yang setia terhadap Kerajaan.

Pertempuran di Sungai Mander
Quellon Greyjoy, Lord of the Iron Islands, tadinya memilih untuk netral. Namun, begitu mendengar kabar kematian Rhaegar Targaryen, Lord Quellon dibujuk oleh ketiga putranya-Balon, Euron dan Victarion-untuk bergabung dengan pemberontak. Karena waktu itu sikap House Lannister belum jelas memihak kepada siapa, sebagian besar armada Iron Islands tetap ditinggal di rumah. Quellon sendiri memimpin 50 kapal untuk menyerang kawasan The Reach (House Tyrell).
Pasukan Greyjoy berhasil merebut beberapa kapal dan menjarah beberapa kota dan perkampungan ketika armada kapal dari Shield Islands mencegat mereka di Sungai Mander. Lord Quellon Greyjoy tewas terbunuh di pertempuran. Ahli warisnya, Balon Greyjoy, memimpin sisa armada mereka kembali ke Iron Islands, tanpa mendapat hasil apapun.

Penjarahan King's Landing
Sebelum Pertempuran di Sungai Trident, Raja Aerys sudah menyiapkan rencana Wildfirenya. Namun, Hand of King, Lord Qarlton Chelsted, merasa curiga melihat betapa seringnya pakar kimia peracik wildfire menghadap Raja. Ketika ia menyadari rencana ini, ia mencoba membujuk Raja untuk mengubah pikiran. Ketika gagal, ia memilih untuk mengundurkan diri. Akibatnya, ia dibakar hidup-hidup oleh Raja Aerys. Setelah Pertempuran di Sungai Trident, Aerys mengangkat Rossart, pakar peracik Wildfire kesayangannya, menjadi Hand of King. Rossart hanya menjabat Hand of King selama 2 minggu. Sementara itu, Aerys mengirim Permaisuri Rhaella dan Pengeran Viserys, yang kini menjadi Putra Mahkota menggantikan almarhum Rhaegar, ke Dragonstone demi keselamatan mereka. Mereka akan dilindungi antara lain oleh Ser Willem Darry, komandan pelatih pasukan di Istana Red Keep dan armada Kerajaan. Namun Aerys menolak mengijinkan Puteri Elia Martell dan anak-anaknya, Rhaenys dan Aegon, untuk meninggalkan kota. Ia memaksa mereka untuk tetap berada di sisinya.
Walaupun Pertempuran di Sungai Trident adalah titik balik peperangan, Ibu Kota King's Landing masih belum terebut. Kota ini baru jatuh dalam Penjarahan King's Landing di tahun 283 AC. Karena Robert Baratheon terluka di pertempuran, Ned Stark dan pasukannyalah yang mengejar sisa pasukan Kerajaan, yang melarikan diri ke Ibukota. Lord Tywin Lannister, yang selama ini mengambil sikap netral, muncul di depan gerbang kota King's Landing dengan membawa 12.000 prajurit. Ia muncul cuma beberapa jam sebelum Ned Stark tiba. Lord Tywin menyatakan setia kepada Raja Aerys. Varys menyarankan kepada Raja agar tidak membukakan pintu, namun Grand Master Pycelle menyarankan sebaliknya. Raja Aerys menuruti saran Pycelle, dan memerintahkan agar pintu dibukakan. Begitu masuk, Pasukan Lannister mulai menjarahi King's Landing.

Begitu menyadari bahwa kekalahan sudah di depan mata, Aerys memerintahkan Rossart untuk menyalakan Wildfire yang disembunyikan di seluruh penjuru kota, agar Robert cuma berhasil mendapatkan “abu dan tulang belulang” saja. Aerys memerintahkan Jaime Lannister, satu-satunya Kingsguard yang ada di waktu itu, untuk membunuh Tywin dan membawakan kepalanya ke Aerys. Jaime justru membunuh Rossart. Namun, karena menyadari bahwa selama Aerys masih hidup dia akan menyuruh orang lain untuk menyalakan Wildfirenya, Jaime Lannister kembali ke Istana Red Keep dan membunuh Aerys sendiri di Ruang Tahta, beberapa saat sebelum Pasukan Lannister menerobos masuk.

Sementara itu, Ser Gregor “The Mountain” Clegane dan Ser Amory Lorch sudah memasuki Kastil Maegor's Holdfast, bagian terdalam Istana Red Keep, untuk menghabisi keluarga kerajaan yang tersisa, memastikan tahta aman bagi Robert, dan membuktikan bahwa House Lannister sudah menolak mendukung Keluarga Targaryen untuk selamanya. Ser Gregor” The Mountain” Clegane membunuh Pangeran Aegon Targaryen, putra dari Rhaegar, di hadapan ibunya, Puteri Elia Martell. Gregor kemudian memperkosa dan membunuh Elia Martell dengan tangan masih berlumuran darah Aegon. Ser Amory Lorch menyeret Puteri Rhaenys Targaryen dari bawah ranjang dan menusuknya berulang kali hinga tewas.

Ketika Ned Stark tiba, ia menemukan Jaime Lannister sedang duduk di atas Tahta Iron Throne dan mayat Aerys tergeletak di bawahnya. Belakangan, Robert Baratheon pun menyusul. Tywin Lannister memberikan jenasah Elia, Rhaenys dan Aegon kepada Robert. Robert merasa senang atas kematian mereka, namun Ned Stark merasa muak atas kematian anak kecil yang tidak berdosa. Ned dan Robert akhirnya bertengkar. Dengan marah, Ned Stark berangkat sendiri untuk membereskan sisa-sisa pertempuran di wilayah Selatan.
Beberapa hari setelah Penjarahan King's Landing, Jaime Lannister mencari dan membunuh pakar peracik wildfire yang tersisa, yang mengetahui rencana Wildifre Aerys.



PASCA PEMBERONTAKAN

Akhir Pengepungan Storm's End
Lord Mace Tyrell memimpin pasukannya ke Kastil Storm's End. Di sana mereka mengepung Kastil itu selama hampir 1 tahun. Kastil Storm's End dipertahankan oleh Stannis Baratheon, adik Robert Baratheon. Sementara pasukan Storm's End mengalami kelaparan dan harus makan tikus untuk bertahan hidup, pasukan Tyrell justru berpesta pora di hadapan mereka. Seorang penyelundup bernama Davos berhasil berlayar menerobos blokade armada laut milik House Redwyne dan menyelundupkan bawang bombay dan bahan makanan lain, sehingga pasukan Storm's End tidak perlu memakan daging manusia. Berkat tambahan bahan makanan ini, Kastil Storm's End bisa bertahan cukup lama sampai Ned Stark datang dari King's Landing untuk membubarkan pengepungan. Para bangsawan The Reach segera bertekuk lutut.

Pertarungan di Tower of Joy
Setelah membubarkan pengepungan di Storm's End, Ned Stark bergerak ke Selatan dengan ditemani oleh 6 orang: Howland Reed, Lord Willam Dustin, Ethan Glover, Martyn Cassel, Theo Wull dan Ser Mark Ryswell. Di dekat Red Mountains of Dorne, mereka menemukan 3 orang Kingsguard dari Raja Aerys II yang tersisa: Lord Commander Gerold Hightower, Ser Arthur Dayne dan Ser Oswell Whent. Mereka bertiga sedang menjaga sebuah menara yang oleh Rhaegar diberi nama Tower of Joy. Ned Stark dan ke-6 pengiringnya (7 orang total) bertarung melawan ketiga Kingsguard, namun cuma Ned Stark dan Howland Reed yang bertahan hidup. Sisanya gugur. Di dalam menara itu, Ned Stark menemukan Lyanna yang sedang sekarat. Lyanna meminta Ned menjanjikan sesuatu kepadanya, lalu meninggal di sisi Ned. Ned Stark kemudian meruntuhkan menara itu, dan menggunakan batu-batunya untuk mengubur semua orang yang gugur. Setelah itu, Ned Stark pergi ke Starfall. Di sana ia mengembalikan Pedang Pusaka House Dayne, Pedang Dawn, yang dia ambil dari almarhum Arthur Dayne, kepada adik perempuan Arthur, Lady Ashara Dayne. Jenasah Lyanna sendiri dibawa pulang oleh Ned Stark ke Winterfell untuk dimakamkan di sana.

Penyerbuan ke Dragonstone
Di masa antara Pertempuran di Sungai Trident dan Penjarahan King's Landing, Permaisuri Rhaella Targaryen dan Putra Mahkota Viserys Targaryen telah dikirim ke Pulau Dragonstone dengan didampingi oleh komandan pelatih pasukan Istana Red Keep, Ser Willem Darry. Di sana Viserys dilantik menjadi Raja oleh ibunya, sementara Stannis Baratheon sedang membangun armada baru untuk menyerbu Pulau Dragonstone.
Di tahun 284 AC, 9 Bulan setelah mengungsi ke Pulau Dragonstone, Permaisuri Rhaella meninggal saat melahirkan Danaerys Targaryen. Ia melahirkan di tengah-tengah badai besar yang menghancurkan armada Targaryen yang sedang berlabuh di pulau itu. Dengan hancurnya armada laut Targaryen dan menjelang serbuan armada Baratheon ke Pulau Dragonstone, para pengikut Targaryen di Dragonstone sudah bersiap untuk menyerahkan kedua anak itu kepada Raja baru, Robert I Baratheon. Namun, sesaat sebelum Stannis berangkat ke Dragonstone, Ser Willem Darry dan 4 orang pengikut setia menyelundupkan Viserys, Danaerys, dan ibu susunya kabur ke Braavos. Di sanalah mereka tinggal selama beberapa tahun. Walaupun Stannis berhasil merebut Dragonstone, Robert memarahinya karena membiarkan Darry dan anak-anak Targaryen untuk lolos.

AKHIR PEMBERONTAKAN

Berdirinya Dinasti Baratheon
Setelah pemberontakan berakhir, Robert Baratheon berhasil naik tahta menjadi Raja atas Negeri 7 Kingdoms. Robert mengangkat Jon Arryn sebagai Hand of King. Tadinya Robert tidak berniat untuk menikah setelah tunangannya, Lyanna Stark, meninggal dunia. Namun Jon Arryn membujuk Robert untuk menikah, karena ia butuh keturunan sebagai calon pewaris tahta. Jon Arryn menyarankan untuk menikahi puteri dari Tywin Lannister, Cersei Lannister. Pernikahan ini akan menjamin dukungan dari Tywin Lannister jika sewaktu-waktu Viserys Targaryen mencoba merebut kembali tahta. Robert dan Cersei menikah di tahun 284 AC.

Sikap Dorne
Kematian Elia Martell dan kedua anaknya, Rhaenys dan Aegon Targaryen, membangkitkan amarah House Martell. Pangeran Oberyn Martell, adik Elia, mencoba menghimpun pasukan Dorne untuk mendukung Viserys Targaryen. Setahun setelah Pemberontakan, Hand of King Jon Arryn datang ke Dorne untuk mengembalikan jenasah Pangeran Lewyn Martell. Jon Arryn kemudian berunding dengan Pangeran Doran Martell, kakak dari Elia dan Oberyn, penguasa Dorne. Niat untuk berperang akhirnya dibatalkan setelah kunjungan Jon Arryn ini. Namun, selama tinggal di Kastil Sunspear, Jon Arryn “ditanyai dengan seksama” mengenai nasib Elia dan anak-anaknya. Dan masih banyak lagi pertanyaan yang diajukan kepadanya.
(Walaupun Dorne tidak lagi berbicara soal mengangkat senjata dan berperang, Doran diam-diam tetap menyusun rencana rahasia untuk membangkitkan kembali Dinasti Targaryen. Ia dibantu oleh adiknya, Oberyn).
loading...

Posting Komentar

0 Komentar